Sumber Gambar: www.google.com |
Gejala penyakit blas atau bercak belah ketupat adalah pada daun dan
pelepah terdapat bercak-bercak berbentuk belah ketupat. Ukuran bercak
sebesar 1-1,5 cm X 0,3-0,5 cm. Bercak berwarna kelabu atau
keputih-putihan dengan pinggir berwarna coklat. Ukuran dan warna bercak
dapat bervariasi sesuai dengan keadaan lingkungan, kerentanan tanaman
dan umur bercak. Jika kondisi lingkungan lembab dan yang terserang
adalah tanaman yang rentan maka bercak-bercak tersebut dapat menyatu
dan menyebabkan rusaknya sebagian besar daun. Penyakit blas/ bercak
belah ketupat pada tanaman padi disebabkan oleh jamur Pyricularia
oryzae. Jamur ini berkembangbiak cepat pada tanaman padi yang berjarak
tanam rapat sehingga mempunyai kelembaban yang tinggi. Kecepatan
pertumbuhan jamur tersebut juga akan semakin tinggi jika pemupukan
tanaman padi menggunakan urea secara berlebihan. Pyricularia oryzae juga
dapat menyebabkan tangkai malai membusuk dan patah, penyakit ini biasa
kita sebut busuk leher. Jika infeksi terjadi sebelum pengisian bulir
dapat menyebabkan kehampaan bulir padi. Tidak hanya daun dan malai
batang juga dapat terinfeksi sehingga batang padi membusuk dan rebah.
Usaha -Usaha Pencegahan dan Pengendalian meliputi; Pengelolaan tanaman
terpadu (PTT) pada tanaman padi, salah satu tujuan PTT adalah mampu
menekan penurunan hasil akibat OPT ( Organisasi Penganggu Tumbuhan),
antara lain dengan : a). Penggunaan vaietas tahan & pembenaman
jerami penggunaan varietas baru dan tahan terhadap blas sangat dajurkan
bagi daerah yang endemi terhadap blas antara lain : 1) Inpari 13; 2)
Luk ulo; 3) Silungongo; 4) Batang Piaman; 5) Inpago dan lain-lain.
Proses dekomposisasi jerami selain dapat berfungsi sebagai pupuk
organik juga dapat membunuh miselia blas dan tidak
berpotensi untuk berkembang. b) Pemupukan berimbang Penggunaan pupuk
sesuai anjuran terutama pada daerah-daerah endemi penyakit
blas terutama dengan penggunaan Nitrogen yang tidak berlebihan dan
dengan penggunaan kalium dan phosfat, dianjurkan agar dapat
mengurangi infeksi blas di lapangan. Penggunaan kalium
mempertebal lapisan epidermis pada daun sehingga penetrasi
spora akan terhambat dan tidak akan berkembang di lapang. c) Waktu tanam
yang tepat, pengaturan tanam pada saat yang bertepatan banyak embun
perlu dihindari agar pertanaman terhindar dari serangan penyakit blas
yang berat, keadaan ini memerlukan data iklim spesifik dari
wilayah-wilayah pertanamanpadi spesifik lokasi; 2). Penggunaan
Fungisida Kimia & Nabati; a) Fungisida Kimia dianjurkan bagi yang
endemi terhadap blas dengan ketentuan menggunakan Pengendalian Hama
secara terpadu dan tepat guna. Ada beberapa fungisida kimia yang bekerja
secara sistematik di pasaran misalnya: mikocide 70, Trycyclazole,
Amistartop, Score, Pyoguilon. ; b) Fungisida Nabati dapat berupa produk
langsung jadi yang dijual dipasaran misalnya Inokulan/starter sp dan
Gliocldium sp yang digunakan sebagai tindakan preventif pada masa
vegetatif tanaman padi. Fungisida nabati juga dapat dibuat secara
sederhana dari bahan-bahan yang sederhana.
Keberhasilan pengendalian penyakit blas dipengaruhi oleh kemampuan
pengaturan lingkungan, terutama iklim mikro tanaman, keseimbangan
penyerapan unsur hara dan tingkat kesuburan tanah.
Kondisi lingkungan berpengaruh terhadap laju perubahan ras pathogen
blas, diantaranya varietas tahan, musim tanam yang tepat, pemakaian
pupuk seimbang, dan penggunaan fungisida secara tepat.
Waktu Tanam; Perbedaan agroklimat antar lokasi/wilayah dalam skala besar
atau kecil memerlukan pengelolaan yang berbeda dalam menghadapi
serangan blas. Oleh karena itu, penanaman padi gogo dianjurkan pada
awal musim penghujan (saat hujan telah turun 2 - 3 hari dengan curah
hujan 21 mm/minggu dan tanah tidak mengalami kekeringan selama periode
minggu pertama) untuk menghindari agar saat keluar malai atau awal
berbunga tidak banyak embun. Bila curah hujan kurang, konsentrasi spora
Pyricularia Oryzae di udara tinggi dan perkembangan blas akan
meningkat. Penanaman lebih awal pada musim hujan dapat menekan serangan
blas daun, namun pada malai cenderung tinggi. Penanaman pada awal musim
hujan perlu dibantu dengan penyemprotan fungisida untuk menekan blas
leher, terutama pada saat keluar malai dan awal berbunga.
Jarak Tanam; Umumnya penanaman padi gogo menggunakan tugal dan jumlah
benih yang digunakan lebih banyak. Oleh karena itu, tingkat populasi
tanaman mempunyai arti penting yang berhubungan dengan produksi dan
perkembangan penyakit blas. Jarak tanam rapat dan jumlah benih yang
banyak menciptakan iklim mikro yang optimum untuk perkembangan penyakit
blas. Jarak tanam 40 x 10 cm secara tugal atau 40 cm x larikan dapat
menekan perkembangan blas.
Pemupukan; Pengaruh pemupukan terhadap penyakit blas tergantung pada
kesuburan tanah, jenis dan takaran pupuk, serta varietas yang ditanam.
Varietas yang rentan dengan peningkatan takaran pupuk Nitrogen
menyebabkan tanaman mudah terserang blas, karena menurunkan kadar Kalium
dalam jaringan tanaman. Untuk tanah PMK dianjurkan menggunakan pupuk 60
- 90 kg N, 90 kg P2O5, 60 kg KCl per hektar. Pemberian Nitrogen lebih
rendah dapat dilakukan terhadap varietas kurang tahan blas.
Untuk varietas Lokal, pemupukan optimal dianjurkan 45 kg N, 45 kg P2O5, 30 kg KCl per hektar. Pemberian abu sekam yang mengandung Silikat 300 kg/ha dapat menurunkan kerusakan blas dari 90 % menjadi 48 %.
Untuk varietas Lokal, pemupukan optimal dianjurkan 45 kg N, 45 kg P2O5, 30 kg KCl per hektar. Pemberian abu sekam yang mengandung Silikat 300 kg/ha dapat menurunkan kerusakan blas dari 90 % menjadi 48 %.
Penggunaan Fungisida; Hampir 30 - 40 % penyakit blas pada padi
ditularkan melalui benih, sehingga pada stadium awal vegetative tanaman
padi dapat terserang blas. Oleh karena itu, perlakuan benih (seed
treatment) dengan fungisida sistemik seperti Pyroquilone 50 WP
sebanayak 8 g/kg benih sangat diperlukan. Untuk blas leher diperlukan
penyemprotan dengan fungisida Tricyclazole pada saat bunting dan
berbunga.
Sumber : Amir, M. 2001. Strategi penyelamatan padi gogo dari ancaman penyakit blas. Puslitbang tanaman Pangan.
Badan Litbang Pertanian
Badan Litbang Pertanian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar