Sumber Gambar: www.google.com |
Penyakit hawar daun jingga (HDJ) yang diduga disebabkan oleh bakteri
(putih : Pseudomonas sp. dan kuning :Baccilus sp) merupakan penyakit
yang relatif masih baru. Pertama ditemukan di daerah kabupaten Subang
Jawa Barat pada MK 1987 disebut sebagai penyakit Bacterial Red Stripe
(BRS. Sampai saat ini penyakit tersebar di hampir seluruh Pulau Jawa dan
Sumatera, terutama di dataran rendah (<100 m dpl). Penyakit umumnya
timbul pada saat tanaman mencapai stadia generatif, pada musim kemarau.
Gejala penyakit diawali dengan bercak kecil berwarna jingga, yang timbul
di mana saja pada helaian daun. Pada stadia perkembangan penyakit lebih
lanjut terbentuk gejala hawar mirip gejala yang ditimbulkan oleh hawar
daun bakteri (BLB). Mekanisme penurunan hasil karena hawar daun jingga
serupa yang disebabkan oleh hawar daun bakteri , yaitu meningkatkan
gabah hampa dan gabah terisi tidak sempurna.
Pengendalian;
Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan penyakit HDJ sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor praktek produksi yang dilakukan seperti varietas, pemupukan, jarak tanam, dan pengairan. Untuk itu, pengendalian penyakit HDJ dianjurkan dengan cara mengatur penggunaan faktor-faktor tersebut. Varietas tahan HDJ sampai saat ini belum tersedia. Hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa pada keadaan perkembangan penyakit yang cukup tinggi, terlihat adanya perbedaan reaksi genotipe terhadap penyakit HDJ yang terjadi secara alamiah. Dari 108 genotipe yang dievaluasi pada MK 2000 di Kebun Percobaan Inlitpa Sukamandil, satu varietas yaitu Lusi tergolong tahan, sementara tiga galur harapan yaitu S2814-2f-Kn-9-3-3, S4668-1g-1-2-2 dan S4668-1g-2-2 tergolong agak tahan, dan genotipe lainnya rentan. Perbedaan reaksi tersebut diduga bersifat genetis seperti yang terjadi pada galur S4668-1g-1-2-2 dan S4668-1g-2-2 yang masih kerabat. Fenomena ini memberikan harapan bahwa usaha untuk memperoleh varietas tahan penyakit HDJ dapat dilakukan. Pemupukan, jarak tanam, dan interaksi antara kedua faktor tersebut berpengaruh nyata terhadap perkembangan penyakit HDJ. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan penyakit HDJ selain dipengaruhi oleh pemupukan juga bergantung pada kerapatan tanaman. Pupuk yang diberikan sesuai dengan kebutuhan tanaman dan jarak tanam yang tidak terlalu rapat dapat menekan perkembangan penyakit HDJ.Penyakit berkembang dengan baik pada pertanaman padi yang digenang terus menerus sampai berumur 76 HST. Pengeringan berkala pada 45-60 HST dan pada 60-75 HST nyata dapat menurunkan intensitas penyakit HDJ.
Hawar daun jingga dapat dikendalikan secara kultur teknis. Pemberian pupuk 250 kg urea, 100 kg SP36,dan 100 kg KCl per ha dapat menekan perkembangan penyakit. Penyakit juga dapat ditekan dengan mengeringkan lahan dan membuka kanopi pertanaman, untuk mengurangi kelembaban dan memperbaiki sirkulasi udara dalam kanopi.
Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan penyakit HDJ sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor praktek produksi yang dilakukan seperti varietas, pemupukan, jarak tanam, dan pengairan. Untuk itu, pengendalian penyakit HDJ dianjurkan dengan cara mengatur penggunaan faktor-faktor tersebut. Varietas tahan HDJ sampai saat ini belum tersedia. Hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa pada keadaan perkembangan penyakit yang cukup tinggi, terlihat adanya perbedaan reaksi genotipe terhadap penyakit HDJ yang terjadi secara alamiah. Dari 108 genotipe yang dievaluasi pada MK 2000 di Kebun Percobaan Inlitpa Sukamandil, satu varietas yaitu Lusi tergolong tahan, sementara tiga galur harapan yaitu S2814-2f-Kn-9-3-3, S4668-1g-1-2-2 dan S4668-1g-2-2 tergolong agak tahan, dan genotipe lainnya rentan. Perbedaan reaksi tersebut diduga bersifat genetis seperti yang terjadi pada galur S4668-1g-1-2-2 dan S4668-1g-2-2 yang masih kerabat. Fenomena ini memberikan harapan bahwa usaha untuk memperoleh varietas tahan penyakit HDJ dapat dilakukan. Pemupukan, jarak tanam, dan interaksi antara kedua faktor tersebut berpengaruh nyata terhadap perkembangan penyakit HDJ. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan penyakit HDJ selain dipengaruhi oleh pemupukan juga bergantung pada kerapatan tanaman. Pupuk yang diberikan sesuai dengan kebutuhan tanaman dan jarak tanam yang tidak terlalu rapat dapat menekan perkembangan penyakit HDJ.Penyakit berkembang dengan baik pada pertanaman padi yang digenang terus menerus sampai berumur 76 HST. Pengeringan berkala pada 45-60 HST dan pada 60-75 HST nyata dapat menurunkan intensitas penyakit HDJ.
Hawar daun jingga dapat dikendalikan secara kultur teknis. Pemberian pupuk 250 kg urea, 100 kg SP36,dan 100 kg KCl per ha dapat menekan perkembangan penyakit. Penyakit juga dapat ditekan dengan mengeringkan lahan dan membuka kanopi pertanaman, untuk mengurangi kelembaban dan memperbaiki sirkulasi udara dalam kanopi.
Pada penyakit Hawar Daun Jingga, mempunyai cara pengendalian yang lainnya, antara lain :
Cara pengendalian penyakit ini juga belum ditemukan, tapi dari hasil penelitian di Vietnam dan Indonesia, aplikasi fungisida yang berbahan aktif carbendazim dan benomil yang disemprotkan pada daun dapat menekan munculnya gejala hawar daun jingga.
Atur jarak tanam lebih lebar.
Pengairan jarak tanam lebih lebar.
Pengairan berselang ketika tanaman sudah mencapai pembentukan malai.
Gunakan pemupukan berimbang.
Sumber : - Penyakit pada Tanaman Padi. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Pangan & Balai Besar Penelitian Tanaman Padi.2008
Cara pengendalian penyakit ini juga belum ditemukan, tapi dari hasil penelitian di Vietnam dan Indonesia, aplikasi fungisida yang berbahan aktif carbendazim dan benomil yang disemprotkan pada daun dapat menekan munculnya gejala hawar daun jingga.
Atur jarak tanam lebih lebar.
Pengairan jarak tanam lebih lebar.
Pengairan berselang ketika tanaman sudah mencapai pembentukan malai.
Gunakan pemupukan berimbang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar